Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Gerakan Perempuan Pesantren, Apa Urgensinya?


Dengan meredanya pandemi, kita mulai menormalisasi ruang-ruang pertemuan. Gerakan yang sebelumnya harus melambat, kini mulai bergeliat. Tidak terkecuali gerakan-gerakan perempuan pesantren.

JPPPM merupakan salah satu dari sekian gerakan perempuan pesantren yang merintis jaringan untuk bisa bersinergi bersama. Para bu nyai dan ning yang selama ini sudah aktif mengasuh pesantren, memimpin pengajian, dan memberdayakan masyarakat bertemu dalam satu wadah untuk dapat berbagi pengalaman dan inspirasi. 

Sudah sewajarnya, dengan besarnya potensi komunitas pesantren ini, ruang gerak perempuan pesantren semakin luas. Ini adalah dampak positif dari kemajuan zaman, akses pendidikan, dan akses teknologi. Karena tantangan yang dijawab juga semakin beragam, ruang-ruang perjumpaan yang tercipta pun tumbuh semakin bervariasi.

Tentang potensi perempuan pesantren ini, izinkan saya bercerita sedikit.

Saya lahir dari seorang ibu yang memiliki kompetensi ilmu kepesantrenan yang mumpuni. Ibu saya menjadi bu nyai bukan semata-mata karena istri atau anak kiai, tetapi karena beliau cakap memahami dan mengajar kitab kuning, mampu menjadi rujukan permasalahan agama, dan menginspirasi santri untuk terus belajar dan berbuat amal baik. Ibu saya adalah satu di antara sekian banyak potensi serupa yang ada di dalam komunitas pesantren yang sungguh besar ini.

Saat muncul sejumlah gerakan perempuan pesantren dengan nama dan pendekatan yang berbeda, ibu juga merasa terhubung dengan gerakan-gerakan ini. Sebutlah ada JPPPM, KUPI, Bunyai Nusantara, Nawaning Nusantara, JMQH, dan mungkin ada lagi yang lainnya. 

Kita perlu memahami bahwa gerakan-gerakan ini muncul secara organik. Masing-masing gerakan, meski tampaknya tumbuh dari lahan yang sama yaitu komunitas pesantren, tetapi punya pendekatan yang berbeda.

JPPPM ini misalnya menjadi magnet bagi para perempuan pengasuh pesantren baik yang senior maupun yang muda untuk berjumpa dan membahas isu kepesantrenan secara mandiri. Inisiatif muncul dari dalam komunitas, isu yang diperbincangkan khas isu pesantren, didanai secara mandiri dengan kas dan infaq anggota juga kemurahan hati para pemilik pesantren yang mau 'nggotong' acara jamiyyah diselenggarakan di pondoknya. 



Program yang menurut saya otentik pesantren di JPPPM adalah halaqoh dan bahstu masail. Selama ini forum bahtsu masail banyak didominasi laki-laki. Padahal kita sebenarnya punya potensi yang sangat besar dari para perempuan pesantren yang memiliki kompetensi dan kualifikasi keilmuan untuk terlibat dalam forum ilmiah ini. Selain itu, tentu saja para perempuan pesantren lebih dari berhak untuk mengeluarkan inisiatif atas persoalan dan isu yang ingin mereka bahas. Terlebih, sangat jarang ada forum bahstu masail yang dimotori perempuan sehingga potensi para alimah yang ada tidak terfasilitasi secara optimal.

Demikian juga dengan organisasi perempuan pesantren lainnya, pada dasarnya semua itu adalah wadah untuk mengamalkan ilmu dan menebar kemanfaatan. Dengan memasuki pintu yang berbeda-beda, semakin luas ruang yang bisa dikerjakan oleh para perempuan pesantren. Dengan strategi dan tujuan yang beragam, ini membuktikan bahwa perempuan pesantren mampu merespon berbagai persoalan dengan minat dan spesialisasi ilmunya masing-masing. 

Gerakan-gerakan ini lahir dari keniscayaan zaman. Tak terbendung. Komunitas pesantren juga mendapat bonus demografi dengan semakin banyaknya alumni pesantren dan universitas dari kalangan santri. Karena itu energi untuk bergerak semakin besar.

Perempuan pesantren berhak untuk mendefinisikan dirinya, kepentingannya, minatnya, pendekatannya, dan tujuan yang ingin diraih. Munculnya insiatif-inisiatif baru ini juga semakin membuktikan bahwa manfaat dari pendidikan pesantren sungguh sangat luas.

Yang lebih penting bahwa gerakan-gerakan ini tidak boleh dipandang sebagai kompetisi apalagi dianggap sekadar ceruk suara politik praktis. Pandangan dan praktik seperti itu bisa mematikan gerakan dan mencederai ketulusan mereka yang mengabdikan diri. Yang luar biasa, sekali lagi, gerakan perempuan pesantren tumbuh secara organik dan berkembang dengan mandiri.

Panjang umur gerakan-gerakan perempuan pesantren. Selamat Harlah ke-7 JPPPM. Semoga tetap kuat berkomitmen dalam tafaqquh fiddin dan semakin luas dalam menebar maslahat untuk umat.

Nabilah Munsyarihah
Pengurus Pusat JPPPM Bidang Pendidikan dan Direktur Penerbit Alalakids