Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Keluarga Tempat Menyemai Kasih Sayang Dan Kebahagiaan

Keluarga Tempat Menyemai Kasih Sayang Dan Kebahagiaan

        Islam sebagai agama rahmah sangat peduli terhadap terwujudnya keluarga yang sakinah mawaddah warahmah. Islam sendiri mengajarkan kasih sayang dalam semua hal, termasuk di dalamnya menjadikan rahmah atau kasih sayang sebagai pondasi dalam keluarga. Dalam kitab Nabiyurrohman karangan Kyai Faqih Abdul qodir disebutkan, salah satu medianya adalah rumah (keluarga), dimana di dalam rumahlah sebuah keluarga menyemai bahagia dan kasih sayang sepanjang hayatnya agar tercipta kedamaian, cinta dan kasih sayang.  Sebagaimana firman Allah swt dalam QS.ar-Rum ayat 21 : “Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir”. 

       Kehidupan keluarga yang dicita-citakan oleh al-Qur’an akan terwujud jika dibangun di atas pondasi kaidah berinteraksi yang mengedepankan nilai-nilai ma’ruf, musyawarah, saling menolong, saling ridla atau saling rela, diantara anggota keluarga.

    Membangun keluarga yang penuh kasih sayang dan kebahagiaan telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw, dimana Nabi sebagai pemimpin keluarga selalu mengedepankan akhlak yang baik, penuh kasih kepada keluarganya, tidak mengedepankan kekerasan apalagi arogansi. Sayyidah Aisyah sebagai istri Nabi memberikan testimony bagaimana akhlak Nabi yang tentu mencakup akhlak di dalam rumah tangga sebagaimana diriwayatkan oleh Tirmidzi Aisyah mengatakan bahwa Rasul bersabda bahwa orang yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya dan paling lemah lembut kepada keluarganya.

    Kasih sayang, kelembutan dan akhlak terpuji adalah sesuatu yang diwujudkan oleh setiap anggota keluarga baik laki-laki maupun perempuan, baik tua maupun muda agar tercipta keluarga yang penuh kasih sayang dan kebahagiaan. Nabi Muhammad saw sebagai Rasul utusan pembawa misi rahmatan lil ‘alamin banyak memberikan contoh bagaimana membangun relasi yang baik dalam rumah tangga, diantaranya dengan mengedepankan kesalingan. Kesalingan atau mubadalah, sebagaimana konsep yang diusung oleh Kyai Faqih Abdul Qodir, adalah relasi dalam keluarga yang tidak saling menguasai, relasi yang berkeadilan dan mengutamakan kesalingan. Sebagai contoh dalam suatu hadist Shohih Bukhori yang diriwayatkan oleh Aswad, Sayyidah Aisyah menceritakan dalam kehidupan sehari-hari Nabi sebagai seorang Nabi, pemimpin ummat yang disegani, tetapi di dalam rumah tidak merasa enggan atau merasa menjadi hina melakukan pekerjaan rumah. Aisyah menceritakan Nabi membantu pekerjaan-pekerjaan rumah (domestik) dalam rangka memberi pelayanan kepada keluarga, jika waktu sholat datang Nabi akan keluar rumah menuju masjid untuk sholat bersama ummatnya.

    Dalam mewujudkan keluarga yang penuh kebahagiaan, Nabi juga tidak merasa rendah dengan mengekspresikan cintanya kepada pasanganya, seperti mencium, memuji, memanggil pasangannya dengan panggilan special. Sebagaimana dikisahkan dalam hadist dari Sunan Abi Dawud dari Sayyidah Aisyah yang menceritakan bahwa Rasululloh mencium Aisyah dan saat itu nabi sedang dalam berpuasa. Dalam riwayat lain dari Sunan Dzaruquthni meriwayatkan kisah dari Sayyidah Aisyah yang menceritakan Nabi mencium Asiyah ketika hendak sholat ketika tidak dalam keadaan berwudlu. Sayyidah Aisyah sendiri acapkali dipanggil oleh nabi dengan panggilan special yaitu dengan memangilnya “ya Khumaira” atau “wahai yang kemerahan pipinya”.

    Dalam sebuah riwayat sayidah Aisya juga menceritakan bagaimana kemesraan terjalin anatar dirinya sebagai istri dengan Nabi Muhammad saw sebagai suami, diantaranya dalam kitab Sunan Tirmidzi disebutkan Sayyidah Aisyah menceritakan bagaimana Nabi Muhammad saw mengajaknya melihat seseorang yang sedang menari dan Sayyidah Aisyah saat itu melihat pertunjukan itu dengan bergelayut mesra pada tubuh Nabi dimana Sayyidah Aisyah meletakan dagunya di atas pundak nabi sehingga Sayidah Aisyah sendiri sebenarnya tidak bisa serta merta melihat orang yang sedang menari tersebut justru yang dilihatnya adalah kedatangan sahabat umar. Meski sekilas tidak sedang menceritakan tentang kemesraan keduanya terjalin, tetapi penyebutan bagaimana Sayidah Aisyah melihat dari celah pundak dan kepala Nabi menunjukan kedekatan yang sangat keduanya terjalin. Bahkan dalam kitab yang hadist Sunan Abi Dawud Sayyidah Aisyah menceritakan pernah suatu kali dalam perjalanan bersama Nabi keduanya saling berlomba berlari, yang jika dipahami nuansa tersiratnya adalah terdapat kedekatan antara keduanya sehingga dalam perjalanan saling bercanda mesra berlarian berkejaran.

    Demikianlah, keluarga adalah pondasi masyarakat. Jika di dalamnya dibangun atas dasa kasing sayang, saling menghargai, saling menolong, bermusyawarah maka akan terwujud kedamaian yang akan pula melahirkan kebahagiaan. Dari keluarga yang damai dan bahagia ini, generasi penerus islam akan lahir dengan penuh cinta kasih pula, sehingga akan membentuk menjadi generasi penerus yang baik dan kuat (Dzurriyatan thoyyibatan), bukan generasi penerus yang lemah (dzurriyatan dli’afan).

*Ning Umnia Labeb, S.Th.I.,M.Si

(Bid.Humas dan Kemitraan JPPPM Pusat)*