Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tahun Baru Hijriyah; Momentum Hijrah dari Materialisme beralih ke Spiritualisme

 


Tahun Baru Hijriyah;
Momentum Hijrah dari Materialisme beralih ke Spiritualisme

oleh Ny Dr Hj Hafida M. Ag (Ny Hafidzah bid Pendidikan)

Ada orang yang sukses secara lahiriah dan duniawi, tetapi mengalami kekosongan jiwa. Bahkan tak jarang, kehilangan orientasi hidup. Harta benda sudah melimpah, karir  bagus, popularitas juga sudah berada dalam genggamannya, tetapi hatinya kosong, karena semua itu hanya bersifat materialistik, jika sudah diperoleh ya ternyata hanya ‘begitu-begitu’ saja. Hambar rasanya dan membosankan, tidak ada kebahagiaan yang dirasakan.

            Dalam kehidupan ini, kita membutuhkan sesuatu yang bersifat lebih tinggi dan hakiki dibandingkan semua itu, yaitu sebuah suasana spriritual yang menyejukkan jiwa. Dan ini terkait dengan ‘Sesuatu’ yang Tak Terbatas serta tak bisa didefinisikan, tetapi bisa kita rasakan keberadaan-Nya. Keberadaan Zat  Yang Maha Tinggi itu bisa dirasakan oleh mereka yang melakukan peribadatan dalam arti yang substansial. Bukan hanya yang seremonial ataupun ritual.

            Jika dalam setiap memasuki tahun baru hijriyah, kita melaksanakan amalan do’a akhir tahun  dan do’a awal tahun yang didahului dengan istighfar/sayyidul istighfar, maka lakukan itu dengan penuh perenungan. Merenungi apa yang kita istighfari, bukan hanya istighfar dengan lisan semata. Sebagaimana masyhur dalam sebuah maqalahnya Sufi Perempuan yang terkenal, Rabiah al Adawiyah, yaitu …’istighfarlah dari istighfarmu yang kosong itu, taubatlah dari taubatmu yang sebatas pada lisan saja’. Artinya, ketahui dan pahami apa yang kita istighfarkan…bagaimana kita menjalankan amanah jabatan/tugas yang dibebankan, bagaimana kita mentasarufkan harta yang dianugrahkan dan sebagainya.

            Oleh karena itu, dalam momentum tahun baru hijriyah ini, hendaknya jangan terjebak pada dunia yang materialisik, namun tetapkan orientasi hidup kita untuk mencapai kebahagiaan yang hakiki, dengan beriman kepada segala yang gaib dan transendental. Dan kuncinya pada amal kebajikan (amal saleh), bukan pada harta benda duniawi atau hal-hal materialistik yang bersifat menjebak.  Amal kebajikan adalah rekaman keabadian atas segala kebaikan yang kita taburkan.

Wallahu a’lam bis shawaab