Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

PEREMPUAN DAN PATRIOTISME

 

PEREMPUAN DAN PATRIOTISME  

Bulan Agustus menjadi simbolisasi kebangkitan patriotisme siapa saja yang merasa sebagai warga bangsa Indonesia. Uforia nasionalisme warga juga terlihat dalam berbagai ekspresinya diberbagai sudut kampung. Mulai dari gapura pintu gerbang kampung, pernak-pernik bendera, umbul-umbul, lampion, lampu kedap-kedip sampai aktifitas semua warga dari berbagai kalangan, jenis pekerjaan  dan level usia turut serta menyemarakkan bulan kemerdekaan, tak terkecuali para perempuan.

Patriotisme dalam konteks Indonesia seakan kembali kemasa lampau, masa penjahan dimana sikap kepahlawanan berkobar semangat berjuang menegakkan harkat dan martabat bangsa. Istilah patriotisme sendiri berasal dari kata patriot dan isme yang artinya sifat kepahlawanan atau jiwa pahlawan (Indonesia). Maka sikap patriotisme dipahami sebagai sikap yang berani, pantang menyerah, dan rela berkorban demi bangsa dan negara. Sikap ini menunjukkan jiwa kepahlawanan yaitu sifat yang gagah berani, pantang menyerah, rela berkorban, demi bangsa dan Negara. Hal ini bersumber dari perasaan cinta pada tanah air, sehingga menimbulkan kerelaan berkorban demi negaranya, karenanya patriotisme lebih berbicara tentag cinta dan loyalitas kepada tanah air

Perempuan Indonesia tidak ketinggalan, mengambil peran patriotik ini sebagai pahlawan sekaligus pejuang untuk kemartabatan bangsa dengan cara dan karyanya masih-masing. Cut Nya' Dien, Cut Muthia dari Aceh, Martha Cristina  Mutiahahu dari Maluku, Ruhana Kuddus dari Padang, Rangkayo Rasuna Said, Nyi Ageng Serang, Laksmana Malahayati dan masih banyak lagi yang mengangkat senjata melawan penjajah, Demikian juga para perempuan yang berjuang melalui pendidikan, mencerdaskan bangsa lewat lembaga pendidikan seperti Dewi Sartika yang mendirikan sekolah bagi perempuan pertama kali di Hindia Belanda (dipendopo kabupaten Bandung) tahun 1904, RA Kartini yang memperjuangkan  persamaan hak antara laki-laki dan perempuan di Jepara dan Rembang, Demikian juga para perempuan pejuang dari kalangan pesantren, seperti Nyai Siti Walidah Ahmad Dahlan  pendiri majelis taklim perempuan "Sopo Trisno" (1914), Nyai Chotijah Hasbullah memprakarsai pesantren untuk perempuan(1917) di ponpes Bahrul Ulum yang sudah didirikan sejak tahun 1838. Jauh sebelum itu juga dikenal Nyai Khairiyah Hasyim Asy'ari perempuan Indonesia pertama yang mendirikan Madrasah Lil Banat di Mekah, sebelum beliau kembali ke tanah air mensupport orangtuanya yang mendirikan organisasi Nahdalul Ulama.

Sikap patriotisme sudah menjadi bagian dari ajaran Islam, maka seorang muslim musti mempunyai cinta dengan loyalitas yang baik terhadap tanah airnya sebagai jalan untuk meraih ridla Allah dan menjadi ikhtiar taqarrub ila Allah, sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dari Ibnu Abbas RA menjadi contoh dari Rosulullah dengan kesedihan yang mendalam ketika harus meninggalkan kota kelahirannya Makkah al Mukarramah.  Cinta Tanah air demikian  ini sudah barang tentu akan memunculkan ukhuwwah wathaniyah (persaudaraan bangsa) dan ukhuwah basyariyah (persaudaraan umat manusia) yang sangat penting bagi keberlangsungan hidup dan kehidupan manusia.

Patriotisme merupakan nilai yang sangat penting untuk terus ditanamkan pada setiap warga bangsa, tak terkecuali anak-anak dan kaum muda sebagai generasi penerus bangsa.  Tentu saja dengan ekspresi yang berbeda, mengingat fenomena zamannya juga berbeda. Ruh patriotisme dengan kerelaan berkorban dan keberanian serta pantang menyerah melawan hawa-nafsu dalam bentuk perbuatan nyata yang dilakukan perempuan dalam kehidupannya sehari-hari seperti berhidmah kepada keluarga dan masyarakat sekitar, mengemban amanah Allah dengan harta dan keluarganya. Melalui anak-anak dan keluarga menciptakan budaya yang lebih baik dan kontributif untuk bangsa adalah perjuangan yang tak kalah patriotiknya bagi para perempuan. Wallahu a'lam[]

(Arikhah, Ketua III JPPPM Pusat, Pengurus MUI Jawa Tengah, Dosen FUHUM UIN Walisongo, Pegiat PP Darul falah Besongo, Jaringan KUPI)