Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

FIQH NISA PENTING UNTUK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN

 


FIQH NISA PENTING UNTUK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN


Fiqh Nisa terkadang disebut sebagai fiqh perempuan atau juga fiqh wanita akhir akhir ini menjadi materi kajian taklim yang diminati dimana-mana. Materi kajiannya tidak hanya diseputar hal-hal yang dialami secara fisiologis-biologis perempuan saja, seperti, haid, nifas, wiladah dan istihadloh melainkan sudah merambah ke persoalan-persoalan kehidupan rumah tangga bahkan kehidupan ekonomi dan sosial-budaya.

Secara materi fiqh nisa merupakan turunan dari fiqh yang  oleh Imam Abu Ishak As-Syirazi dalam Al-Luma’ fî Ushûlil Fiqh didevinisikan sebagai "pengetahuan tentang hukum-hukum syariat melalui metode ijtihad.” Lebih lanjut dijelaskan bahwa Fiqh hanya terbatas pada pengetahuan tentang hukum syariat yang memerlukan proses ijtihad untuk mengetahuinya, sedangkan persoalan yang sudah jelas tertera hukumnya didalam Al-Quran  tidak disebut dengan fiqh. (Al-Mahalli, 1990: 3).

Kajian tentang fiqh nisa', meski namanya memakai kata nisa yang berarti perempuan, forum-forumnya banyak diminati oleh para perempuan, karena memang pembahasannya terkait tentang diri perempuan itu sendiri, akan tetapi secara materi kajian ini tidak hanya penting difahami oleh kalangan perempuan saja, namun juga menjadi hal yang sangat penting difahami oleh kalangan laki-laki.  Bukankah persoalan-persoalan yang menimpa perempuan adalah persoalan kemanusiaan yang mana hal tersebut solusinya menjadi tanggung jawab oleh semua manusia tidak mengkhususkan kepada manusia dengan jenis kelamin tertentu. Demi terciptanya kehidupan yang dicita-citakan oleh Islam yaitu kehidupan yang damai penuh kasih sayang, saling mengasihi.

Laki-laki sebagai pendamping dan patner perempuan dalam melaksanakan tugas kekhalifahan demi menciptakan kehidupan yang rahmatan lil alamiin musti bergerak bersama (laki-laki dan perempuan) secara sinergis. Meskipun laki-laki tidak mengalami hal-hal yang dialami perempuan yang menjadi sentral kajian fiqh nisa, namun laki-laki musti ikut belajar dan memandang penting memahami fiqh nisa, mengingat sebagai pemimpin keluarga, laki-laki (maupun perempuan) bertanggung jawab tidak tidak hanya dalam persoalan ekonomi, akan tetapi juga bertanggung jawab terhadap pelaksanaan syariat agama oleh anggota keluarganya yang terdiri dari laki-laki dan perempuan.  Ketika laki-laki memahami fiqh nisa akan mampu mengedukasi perempuan diseputarnya, apakah itu istri, anak-anak ataupun tetangganya. Dengan begitu para perempuan ini terjaga ke-sholihah-annya sehingga terus mampu menjadi madrasah yang baik bagi keluarganya,  bersama laki-laki menciptakan kehidupan syurga dengan penuh damai, saling mengasihi sejak di dunia sampai ke akherat. Sebaliknya mampu menjauhkan suasana neraka pun sejak dikehidupan dunia sampai ke alam akherat kelak.

Kesalingan dan kebersamaan laki-laki dan perempuan dalam memahami fiqh nisa dapat menjadi ikhtiar bersama untuk saling menyelamatkan antara satu dengan lainnya, Hal ini sejalan dengan perintah Allah SWT dalam Al Qur-an surat at Tahrim ayat 6: "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan"

Pemahaman tentang fiqh nisa’ yang memadai baik oleh kalangan perempuan maupun laki-laki memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap pembentukan perempuan shalihah, bahkan bukan hanya shalihah secara pribadi tapi juga shalihah untuk lingkungan sosialnya (shalihah linafsihi wa muslihah lighairihi). Mengingat kaum perempuan sebagai pendidik pertama dan utama dalam keluarga, yang bermuara pada terciptanya generasi sholeh-sholihah, muslih muslihah untuk negeri ini pada khususnya, dan seluruh dunia pada umumnya, maka sangat penting pemahaman tentang fiqh nisa ini untuk disengkuyung bareng secara bersama-sama oleh semua jenis kelamin manusia baik laki-laki maupun perempuan. Wallahu a'lam[] 

(Arikhah, Ketua III JPPPM Pusat, Pengurus MUI Jawa Tengah, Dosen FUHUM UIN Walisongo, Pegiat PP Darul falah Besongo, Jaringan KUPI)