Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pesan Mbah Sholeh Darat Tentang Pendidikan Perempuan

 

Pesan Mbah Sholeh Darat Tentang Pendidikan Perempuan

Oleh : Durrotul Ma'munah (Bidang Pemberdayaan Perempuan)

Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan penting untuk semua orang. Dalam ajaran agama Islam, mencari ilmu juga merupakan kewajiban bagi setiap umat muslim. Dalam beberapa ayat Al-quran diantaranya QS. At-Taubah Ayat 22; QS. Az-Zumar Ayat 9; QS. Muhammad Ayat 19; QS. Al-Isra’ Ayat 36, Allah berfirman bahwa akan mengangkat derajat orang yang berilmu pengetahuan baik kaum laki-laki maupun perempuan. Maka, Rasulullah SAW yang merupakan wujud implementasi dari ajaran Islam menegaskan betapa pentingnya arti pendidikan bagi umat Islam. Rasulullah SAW bersabda dalam sunnahnya tentang kewajiban mencari ilmu (fardlu ‘ain atau fardlu kifayah), yaitu:

قَالَ صَلَّى عَلَىْهِ وَسَلَّمَ : طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِىْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ (وَمُسْلِمَةٍ)

Rosulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim (dan muslimah)”

Oleh sebab itu, pendidikan menjadi hak asasi (hak dasar) yang sama atau kesempatan yang adil tanpa diskriminasi bagi semua manusia untuk berpeluang mencapai kesuksesan, memperoleh pahala ibadah, dan kemuliaan.

Rasulullah SAW Suri tauladan kita, juga sangat memperhatikan pendidikan kaum perempuan, dimana pada masa sebelumnya yaitu pada zaman jahiliyah, hak-hak para perempuan dikebiri dan terkungkung. Dikisahkan bagaimana Rasulullah SAW secara revolusioner mendukung perjuangan perempuan untuk mendapatkan pendidikan, dalam suatu majlis beberapa perempuan mengajukan permintaan kepada beliau "Ya Rasulullah, hendaknya kami diberi waktu satu hari khusus untuk mengkaji ilmu-ilmu darimu"  dan beliau mengiyakan permintaan kaum perempuan tersebut. Bahkan menjelang wafat, secara khusus Rasulullah SAW dalam salah satu hadis berpesan kepada setiap kaum muslimin agar memberikan perhatian dalam pendidikan perempuan, beliau memerintahkan untuk mengajarkan dua hal, dalam sabdanya yaitu: “Ajarkanlah kepada kaum wanita memintal dan surah an-Nur”. (HR Baihaqi).

Perempuan adalah tonggak keberlangsungan generasi manusia serta kokohnya sendi-sendi kehidupan suatu bangsa. Perempuan bisa menjadi sumber kekuatan atau pendorong kuatnya pengaruh kepemimpinan. Sebaliknya, perempuan juga bisa menjadi fitnah besar yang menjadi sumber kejahatan dan kebobrokan, bahkan menjadi penyebab hancurnya suatu bangsa atau kekuasaan. Perempuan yang dibekali pendidikan akan menjadi pribadi yang mempunyai pengetahuan yang luas, mandiri, berani serta mampu membuat keputusan-keputusan cerdas dalam mengatasi masalah kehidupan, perempuan yang cerdas kelak dapat melahirkan generasi yang cerdas pula karena merupakan guru dan sekolah pertama bagi putra-putrinya, yang membimbing dan membentuk karakter serta kepribadian anak-anak nya dimasa yang akan datang.

Pendidikan perempuan di Indonesia saat ini merupakan buah manis dari keberhasilan perjuangan tokoh-tokoh perempuan Indonesia, yang salah satu diantaranya yaitu R.A. Kartini muridnya Mbah Sholeh Darat, dalam melawan diskriminasi perempuan pada zaman penjajahan kolonial. Demikian pula perjuangan kaum feminis di berbagai belahan dunia, perlahan menggeser stigma masyarakat yang sebelumnya cenderung merampas hak-hak dan kebebasan perempuan untuk dapat mengenyam pendidikan yang setara dan adil layaknya yang didapatkan kaum laki-laki. Stigma-stigma tersebut seperti: perempuan tidak memerlukan pendidikan yang tinggi; perempuan tidak boleh menuntut ilmu keluar rumah karena akan menimbulkan fitnah; kewajiban perempuan hanya berbakti kepada suami dan mengurus anak dirumah sebagai “konco wingking, suargo nunut, neroko katut”, tugas perempuan hanya sekitar dapur-sumur-kasur, dll.

Stigma negative yang beredar dimasyarakat tersebut sedikit banyak dipengaruhi pandangan kolot para orangtua yang terbiasa dengan budaya patriarki kolonialisme penjajah. Pada masa penjajahan tanah Nusantara, pendidikan bagi perempuan sangat dibatasi oleh budaya, karena memang saat itu banyak ditumpangi muatan-muatan busuk kepentingan kolonialisme Belanda. Pada masa itu mayoritas para kiai dan ulama seolah mengharamkan para perempuan remaja untuk bersekolah. Diantara para ulama tersebut salah satunya adalah Kiai Sholeh Darat. Beliau melarang para orang tua untuk mengajari putri mereka belajar baca-tulis, terlebih jika ilmu yang didapat kelak digunakan untuk mengabdi pada laki-laki kafir kaum penjajah.

Pada zaman penjajahan kolonial Belanda, kaum penjajah menganggap orang pribumi sebagai budak dan berlaku sangat semena-mena, terlebih terhadap para perempuan Indonesia. Kondisi masyarakat Jawa sangat terpengaruh dampak buruk pergaulan bebas dan cara hidup kaum penjajah yang notabene adalah orang-orang kafir. Orang-orang Jawa yang mayoritas beragama Islam, menjadi orang-orang munafik yang takut pada orang-orang kafir tetapi tidak takut pada azab Allah, mereka mengharap pujian dari penjajah dengan mendzalimi diri-sendiri dan keluarganya, tidak lagi menganggap tabu pergaulan laki-laki dan perempuan diluar batas-batas Islam, praktek pergundikan dan zina menjadi hal yang wajar dan dibanggakan.

Maka dapat difahami, jika Kiai Sholeh Darat dengan kebijakan dan ketinggian keilmuannya, alih-alih mewajibkan para perempuan belajar baca-tulis, seperti yang diperintahkan dalam sunah Rosulullah SAW, Kiai Sholeh Darat menganjurkan kepada para orangtua agar anak perempuan mereka diajarkan keterampilan membatik dan menjahit. Selain itu, beliau juga mewajibkan agar para perempuan diajari Al-Qur’an surat An-Nur, yaitu untuk mengajarkan sendi-sendi aqidah dan memperbaiki akhlak generasi penerus perempuan Jawa yang sudah mulai terdampak oleh bobroknya moral budaya kolonialisasi.

Dalam salah satu Kitab fiqih karangannya yang berbahasa Jawa dan ditulis menggunakan huruf pegon, yaitu Kitab Majmu’at al-Syari'at al-Kafiyat li al-awam, Kiai Sholeh Darat menuliskan:

Anapun anak wadon, maka ora wenang den wurui nulis senadyan kerono aroh ‘ilmu, kerono nulak ma’siyat iku wajib, kerono wadon iku ora sampurna ‘akale lan ora sampurna agamane. Lamun abisa nulis maka ora aman lamun tumiba ma’siyat, kerono iku tulisan luwih gampang tumibane ma’siyat, kerono wadon kapan bisa nulis, maka ora aman lamun kirim layang maring lanang liya atawa tompo layang saking lanang liya maka dadi fitnah, alhasil wadon ora wenang belajar nulis. Wajibe wadon wuruana suratun Nur lan wuruana ngentih atawa jahit... (Samarani, tth:178)

Secara kontekstual, dalam menuliskan hukum tentang hak dan kewajiban bagi anak perempuan untuk mendapat pendidikan, Kiai Sholeh Darat berharap bahwa umat Islam dapat kembali kepada Al-Qur’an untuk dijadikan pegangan hidup, menjadi pedoman dalam bersikap dan bertingkah-laku serta menjadi rujukan untuk memecahkan berbagai masalah sosial dalam kehidupan sehari-hari, terutama bagi generasi perempuan dalam mayarakat Jawa dalam lingkungan dimana Kiai Sholeh hidup dan bertempat tinggal. Dalam hal ini, contohnya masalah menutup aurat serta etika pergaulan laki-laki dan perempuan yang difirmankan Allah SWT dalam QS. An-Nur, Ayat 30 dan 31.

QS. An-Nur Ayat 30 dan 31 tersebut, berisi perintah bagi laki-laki dan perempuan untuk : (1) menundukan atau menjaga pandangan; (2) menjaga kemaluannya (kehormatannya); (3) mengenakan khimar (kerudung); dan (4) bertaubut kepada Allah swt. Disamping perintah-perintah, ayat tersebut juga berisi larangan yang dikhususkan bagi kaum perempuan, yakni: (1) larangan menampakkan aurat kepada laki-laki bukan mahromnya, dan (2) larangan bagi perempuan menghentakkan kaki (dalam budaya arab, agar perhiasannya terlihat) untuk mencari perhatian orang lain.

Selain hal-hal yang disebutkan diatas, Al-Qur’an Surat An-Nur juga sarat dengan kandungan pendidikan akidah dan akhlaq, terkhusus yang harus diketahui oleh perempuan secara umum, seperti:

a.      Pendidikan Akhlaq

1)     Hukum bagi pezina laki-laki dan pezina perempuan (QS. An-Nur Ayat 2-3 dan Ayat 26).

2)     Hukum bagi orang-orang yang menuduh perempuan berzina (QS. An-Nur, Ayat 4-5 dan Ayat 23-25)

3)     Hukum bagi suami yang menuduh istrinya berzina (QS. An-Nur, Ayat 6-7)

4)     Hukum bagi istri yang dituduh berzina oleh suaminya (QS. An-Nur, Ayat 8-10)

5)     Berbaik sangka atau husnudzon (QS. An-Nur, Ayat 12)

6)     Hukum bagi orang-orang yang suka bergosip dan menyiarkan kebohongan (QS. An-Nur, Ayat 11 dan Ayat 13-20)

7)     Adab bertamu atau etika memasuki rumah orang lain dan meminta izin memasuki kamar orang tua (QS. An-Nur Ayat 27-29; Ayat 58-59; dan Ayat 61)

8)     Menutup aurat dan menjaga pandangan bagi laki-laki dan perempuan (QS. An-Nur, Ayat 30-31)

9)     Balasan dan janji Allah untuk orang-orang beriman (QS. An-Nur, Ayat 37-38 dan Ayat 55)

10)  Orang mukmin adalah orang-orang yang beruntung (QS. An-Nur, Ayat 51-52 dan Ayat 62)

11)  Orang munafik adalah orang-orang yang dzalim (QS. An-Nur, Ayat 47-50)

12) Balasan bagi orang-orang kafir (QS. An-Nur, Ayat 39-40) dan Ayat 57)

13) Hukum menanggalkan pakaian bagi perempuan tua (QS. An-Nur, Ayat 60)

14)  Adab memanggil Rosul Allah (QS. An-Nur, Ayat 63)

b.      Pendidikan Aqidah

1)     Kewajiban menjalankan hukum-hukum Islam (QS. An-Nur, Ayat 1)

2)     Larangan bersekutu dengan setan dan melakukan perbuatan keji dan munkar (QS. An-Nur, Ayat 21)

3)     Perintah untuk saling memaafkan dan bersedekah, serta larangan mendendam serta bersumpah kebencian (QS. An-Nur, Ayat 22)

4)     Perintah untuk menikah dan membebaskan budak (QS. An-Nur, Ayat 32-33)

5)     Perintah untuk mempelajari Al-Qur’an (QS. An-Nur, Ayat 34)

6)     Perintah untuk taat kepada Allah dan Rosul-Nya (QS. An-Nur, Ayat 54)

7)     Perintah untuk melaksanakan shalat, menunaikan zakat, dan mentaati Rosul Allah (QS. An-Nur, Ayat 56)

Kemajuan zaman di era Industri 4.0 serta gencarnya sosialisasi program SDGs dari pemerintah yang mendukung emansipasi perempuan dan keadilan gender, dewasa ini juga menunjukan kemajuan yang sangat signifikan. Walaupun belum seluruhnya mampu memiliki pendidikan yang tinggi karena faktor kemampuan ekonomi keluarga yang berbeda-beda, tapi para perempuan milenial Indonesia saat ini sudah sepenuhnya bebas mengejar mimpi dan cita-citanya, serta memiliki kesempatan untuk menyalurkan semua ide-ide kreatif dan bakat yang dimilikinya tanpa harus melanggar nilai-nilai akidah yang tidak sesuai dengan keyakinan yang dimiliki.