Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

SYARAT – SYARAT MUJTAHID

 


SYARAT – SYARAT MUJTAHID

                               Ibu Nyai  Nelly Umi Halimah, Ketua Bidang Pendidikan JP3M

Seiring dengan berjalannya waktu, ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang semakin maju sehingga terdapat banyak penemuan baru di segala aspek yang berdampak bagi kehidupan kita, tak jarang fenomena – fenomena baru yang kita temui menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana cara kita menyikapi atau menghadapinya. Dari masa ke masa, Al-Quran dan hadits menjadi pedoman yang harus di pegang teguh sebagai petunjuk dalam menghadapi segala keadaan agar manusia tetap berada dalam koridor-Nya. Oleh sebab itu, diperlukan ijtihad untuk dapat menemukan jawaban atas hal – hal baru yang belum tertulis secara langsung di dalam nash.

Ijtihād merupakan upaya penalaran terhadap suatu permasalahan dengan berlandaskan pada wahyu (al-Quran dan hadits), sehingga penalaran rasional saja terhadap suatu permasalahan tidak dapat serta merta disebut dengan  ijtihād. Maka, tidak semua orang dapat menjadi mujtahid (orang yang melakukan ijtihad). Dalam ber-ijtihād, seorang mujtahid memiliki syarat-syarat yang membatasi dan mengatur untuk dapatnya dilakukan istinbath terhadap suatu hukum, Imam Syafi’i dalam kitab Ar Risalah menyampaikan bahwa para ulama (mujtahid) tersebut harus memiliki ilmu pengetahuan yang dalam di bidang eksplorasi dalil karena sistem hafalan ayat al-Qur’ān dan hadis yang mereka kuasai. Mereka juga menguasai disiplin ilmu alat,seperti Asbāb al-Nuzūl dan Asbāb al-Wurūd, al-Jarḥ waal-Ta’dīl  yang merupakan bagian dari ilmu Muṣṭalaḥ al-Hadis, demikian pula dengan ilmu Bahasa Arab dengan seluruh bidangnya, seperti ilmu Nahwu, Ṣhorof, Adab dan Balāgah. Disamping itu mereka juga memiliki metodologi yang sangat kaya untuk mengolah dalil-dalil yang ada, seperti yang terdapat dalam bidang ilmu Uṣūl al-Fiqh dan Muṣṭalaḥ al-Hadis. Sifat obyektifitas dan kebersihan niat yang merupakan faktor terpenting dalam berijtihād secara langsung dapat dilihat dari hasil-hasil pemikiran para ulama tersebut, mereka tidak menjadikan tekanan sekelilingnya bahkan mungkin dirinya sendiri sebagai pertimbangan dalam melakukan ijtihad. Adapun menurut Imam al-Ghazali di dalam kitab al-Mustashfa, mujtahid mempunyai dua syarat: (a) Mengetahui dan menguasai ilmu syara’, mampu melihat yang dzhan di dalam hal-hal yang syar’i, mendahulukan apa yang wajib dilakukan dan sebaliknya. (b) Adil, menjauhi segala maksiat yang mencemarkan sifat dan adilnya.

Berdasarkan hal tersebut, seorang muslim harusnya berhati – hati dalam meminta ataupun mengikuti suatu fatwa, harus kepada ahlinya yaitu ulama yang benar-benar ahli dalam ilmu. Yakni, ahli dan memahami ilmu al-Qur’an, ilmu hadis, persoalan ijma’, persoalan qiyas, ilmu fiqih, ilmu tafsir, ilmu alat dan tata bahasa Arab, dan  bisa bersikap adil. Dengan memenuhi syarat – syarat mujtahid tersebut, seorang ulama dapat menemukan fatwa yang sesuai dengan pedoman wahyu (Al-Quran dan Hadits)  sehingga tidak terjadi dhollu wa adhollu (sesat dan menyesatkan). Semoga Allah SWT senantiasa menjaga kita agar tetap memegang teguh ajaran dalam wahyu-Nya yang menjadi Rahmatan lil’alamin, membawa rahmat dan petunjuk kehidupan, shahih fii kulli zaman wa makan.