Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menanamkan Nilai-Nilai Kedamaian dalam Pendidikan Pesantren

Menanamkan Nilai-Nilai Kedamaian dalam 
Pendidikan Pesantren 

Arti Kedamaian

            Arti kedamaian lebih dari sekedar tidak adanya perang. Damai adalah hidup dalam keselarasan dan tidak bertengkar dengan orang lain. Damai adalah memiliki pikiran positif tentang diri dan orang lain. Damai adalah menjadi tenang dalam hati, dengan menjadi tenang dan mencerminkan arti sebenarnya dari damai kita akan bisa menemukan cara baru dan kreatif untuk memelihara pengertian (saling pengertian), persahabatan dan kerjasama di antara semua orang. Dunia ini adalah dunia yang damai, jika setiap orang di dunia ini memiliki rasa damai.

            Ada beberapa kosa kata Arab yang dapat diterjemahkan dengan kata kedamaian atau damai, antara lain الصلح ، السلم   . kata shulhshalih sering diterjemahkan dengan kata “baik” atau “tiadanya kerusakan”. Menurut al Isfahany, shalih atau shaluha adalah menghilangkan kebencian antar manusia (baik laki-laki maupun perempuan, dalam satu agama maupun beda agama). Dan memang kedamaian akan terwujud dan dirasakan baik secara pribadi maupun kolektif antar manusia jika masing-masing tidak menyimpan rasa benci. Orang yang menghidupkan nilai kedamaian akan terus berusaha menjadi orang yang memperbaiki diri dan orang-orang di sekitarnya. Makna lain dari kata shaluha sebagaimana disebutkan dalam kamus al Misbah adalah keharmonisan. Maka kedamaian artinya keadaan harmonis yang dirasakan oleh seseorang, karena dia bisa menata dirinya ke dalam dan membangun relasi yang baik dengan lingkungannya. Dalam konteks inilah Nabi saw mengajarkan do’a yang baik sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim dan Turmudzi dari Abu Hurairah (yang artinya):

“Ya Allah, perbaikilah urusan agamaku yang menjadi pegangan bagi setiap urusanku. Perbaikilah duniaku yang disitulah urusan kehidupanku. Perbaikilah akhiratku yang ke sanalah aku akan kembali. Jadikanlah hidupku ini sebagai tambahan kesempatan untuk memperbanyak amal kebaikan, dan jadikanlah kematianku sebagai tempat peristirahan dari setiap kejahatan”

 

            Sementara itu, al silm – salima memilki makna dasar selamat atau sentosa. Dari beberapa penggunaan kata salima dan derivasinya diketahui bahwa kata tersebut mengandung makna tunduk patuh dan menerima hukum atau ketetapan Allah. orang yang menerima ketetapan hukum Allah akan senantiasa menjauhi larangan yang menyebabkan rusaknya hubungan vertikal (habl min Allah) maupun sosial (habl min nas). Orang yang menghidupkan nilai-nilai salam tidak akan menyakiti dan mendzalimi orang lain, sebaliknya akan bekerjasama dan membantu kesulitan yang dihadapi orang lain. Kalau terjadi sengketa atau konflik, maka ia akan berinisiatif mengajukan perdamaian. Karena pertikaian atau konflik akan membuatnya tidak tenang dan damai. Ketenangan dan kedamaian inilah yang diidamkan oleh semua orang. Secara naluriah, tidak ada seorang pun yang mau hidup dalam kesusahan dan ketidakselamatan. Menurut Imam Ghazali, orang yang meneladani sifat Allah  al-salam  akan menghindari segala dengki dan kehendak untuk melakukan kejahatan. Orang seperti ini, bila tidak mampu memberi mafaat kepada orang lain maka ia berusaha untuk tidak mencelakakannya. Bila tidak mampu membuat gembira orang lain, ia berusaha untuk tidak membuatnya resah dan bila tidak mampu memujinya maka ia tidak mencelanya. Orang yang menghidupkan nilai salam , senantiasa akan berbuat baik terhadap siapapun.

 

Pentingnya Pendidikan Perdamaian

            Akhir-akhir ini, budaya kekerasan atau populer dengan istilah bullying sering hadir dalam dunia pendidikan dan hal ini mempengaruhi perkembangan karakter seseorang. Pengalaman konflik atau maraknya budaya kekerasan tersebut menuntut peran guru (pendidik) dalam mengembangkan budaya perdamaian melalui pendidikan perdamaian. Esensi dari perdamaian adalah anti kekerasan dalam menyelesaikan masalah dan selalu mengedepankan dialog dan menghargai orang lain. Dokumen UNESCO menyebutkan bahwa pendidikan perdamaian adalah upaya untuk menciptakan budaya damai, yaitu proses menumbuhkembangkan nilai, sikap, perilaku, dan pandangan hidup yang berdasar pada pandangan anti kekerasan, menghormati hak asasi dan kebebasan, toleransi dan solidaritas, saling berbagi dan komunikasi.

            Tugas pendidik adalah memberikan kedamaian yang mendalam kepada anak didik dan mengelola metode pembelajaran yang bisa meningkatkan kegembiraan tanpa indoktrinasi. Penekanan terpenting di sini tidak hanya pada tujuannya, yaitu tercipta suasana damai, tetapi justru yang terpenting adalah proses untuk mencapai tujuan tersebut, yaitu lingkungan sekolah ataupun metode dan kegiatan pembelajaran yang memberi ruang kepada anak didik untuk menerapkan nilai atau prinsip-prinsip perdamaian, seperti penghargaan, kasih sayang, toleransi, dan kerja sama dengan orang lain.

            Oleh karena itu, mari kita wujudkan madrasah maupun pesantren yang bernilai  dengan menghidupkan pemahaman tentang kedamaian, menghidupkan nilai-nilai kedamaian melalui pesantren, serta menghidupkan dalam kehidupan sehari-hari di pesantren. Dengan demikian, siswa/santri kita akan menjadi agen perdamaian dalam kehidupannya nanti di tengah-tengah masyarakat.

 

Disarikan dari tulisan Waryono dan Moh Shofan dalam buku Pendidikan Karakter: Pendidikan Menghidupkan Nilai untuk Pesantren, Madrasah, dan Sekolah (Buku I), The Asia Foundation, 2015.