MEMAAFKAN ADALAH BENTUK CINTA KEPADA ALLAH
MEMAAFKAN ADALAH BENTUK CINTA KEPADA ALLAH
Oleh : Maliieka Hz (Sekretaris III JP3M)
Dewasa ini, banyak sekali peristiwa tindak kejahatan disebabkan
karena ketidakmampuan manusia dalam mengatasi masalah yang dihadapinya, mulai
dari masalah yang remeh temeh hingga masalah yang besar. Banyak sekali media
yang memperlihatkan masalah yang berawal dari hal sepele seperti kesalahpahaman
atau ejekan yang terkadang berujung tindakan yang tidak dibenarkan baik dalam
kacamata hukum maupun agama, na’udzubillaah min syarri dzaalik… Cara
berfikir seseorang dalam menghadapi masalah ini tentu tidak terlepas dari
kedalaman pengetahuan agamanya, semakin minim pengetahuan agama seseorang maka
semakin jauh pula cara penyelesaian yang sesuai dengan koridor agama.
Di dalam teks
keagamaan disebutkan dalam al-Qur’an surat Ali Imran 133-134:
وسارعوا
إلى مغفرةٍ من ربِّكم وجنَّةٍ عرضُها السَّماوات والأرض أعدَّت للمتَّقين * الذين
ينفِقُونَ في السَّرَّاء والضَّرَّاء والكاظمين الغيظ والعافين عن النَّاس واللّه
يُحبُّ المحسنين
Ayat ini
menjelaskan bagaimana kita harus bersegera dalam menuju ampunan Allah dan surga
Allah diperuntukkan untuk orang yang bertakwa. Tanda orang yang bertakwa
diantaranya adalah:
1)
Menginfakkan
hartanya baik dalam waktu yang lapang maupun sempit.
2)
Pandai
menahan amarah. Ketika sedang marah ia mampu menahan dan menyimpannya dihati,
karena makna dari kaadhimin adalah orang yang mengikat, amarahnya diikat
supaya tidak terlepas menjadi ucapan atau tindakan.
3)
Pandai
memaafkan orang lain. Memaafkan ini lebih tinggi dari yang sekedar menahan
marah, walaupun menahannya saja sudah terbilang bagus. Karena memaafkan artinya
menghapus luka di hati, tidak berbekas.
Jadi jika ada
yang mengatakan “aku memaafkan tetapi tidak akan melupakan” maka ini sudah
keluar dari apa yang diharapkan agama. Karena memaafkan adalah menghapus segala
yang sudah terjadi. Jika kita memaafkan orang lain maka kita akan mendapatkan
ampunan Allah, jika kita enggan memaafkan maka tentu kita tidak mendapatkan
ampunan Allah plus luka pun semakin lama tersimpan di hati. Ini menjadi
motivasi kita agar lebih mudah memaafkan karena tentu kita tidak ingin melukai
diri sendiri dan termasuk orang yang merugi karena tidak mendapatkan maghfiroh-Nya.
Dengan demikian
memaafkan itu adalah hal sederhana jika kita mau menyadarinya, yaitu hal
tentang bagaimana kamu dengan Allah, tidak ada kaitannya dengan siapa orang
yang kita maafkan, kecilkah atau besarkah kesalahannya. Kalau ingin cinta
Allah, ingin ampunan Allah maka bersegeralah memaafkan orang lain.
Imam Abu Nua’im al-Ashfahani dalam kitab Hilyah al Auliya wa
Thabaqot al Ashfiya menjelaskan nasehat Ja’far ash Shadiq bagi seseorang
yang sedang dijelek-jelekkan oleh orang lain. Berikut riwayatnya:
حدثنا
عبد الله بن محمد، ثنا علي بن رستم، قال: سمعت أبا مسعود يقول: قال جعفر بن محمد:
إذا بلغك عن أخيك شيء يسوءك فلا تغتم، فإنه إن كان كما يقول كانت عقوبة عجلت، وإن
كان علي غير ما يقول كانت حسنة لم يعملها، قال موسي: يا رب، أسألك أن لا يذكرني
أحد إلا بخير، قال: ما فعلت ذلك لنفسي
Abdullah bin Muhammad menceritakan, Ali bin Rustum menceritakan, ia
berkata: ‘Aku mendengar Abu Mas’ud berkata: ‘Ja’far bin Muhammad berkata: “Ketika
sampai kepadamu kabar tentang saudaramu yang menjelek-jelekanmu, maka janganlah
kamu risau. Karena, jika benar apa yang dikatakannya (tentangmu), itu adalah
hukuman yang disegerakan. Jika tidak benar apa yang dikatakannya (tentangmu), maka
itu menjadi kebaikan yang tidak diamalkan.”
Melihat nasehat Ja’far ash Shadiq diatas maka kita tidak perlu
bersedih mendengar gunjingan orang tentang kita, tidak perlu gundah mendengar
pendapat buruk orang tentang kita. Sebab, andaikan itu benar, itu bisa
mengurangi dosa kita, karena hukumannya telah disegerakan melalui gunjingan
orang lain, andaikata itu salah kita akan mendapatkan pahala tanpa melakukan
amal apa-apa. Artinya kita mendapatkan pengurangan dosa dan penambahan pahala
secara cuma-cuma. Di samping itu, kita tidak perlu membenci berlebihan ketika
karakter kita dibunuh. Tentunya kita nderekke dawuh sebagaimana yang
diajarkan Rasulullah saw dan Ja’far ash-Shadiq. Karena amarah dan kebencian
yang berlebihan, bisa membuat kita terjebak dalam permusuhan yang bisa memutus tali silaturahmi.
Rasulullah saw dawuh
: لاَ
يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعُ رَحِم
“Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan
silaturahmi.”
Dalam hadits
riwayat at Turmudzi disebutkan:
من كظم
غيظاً وهو قادر على أن ينفذه دعاه الله عز وجل على رؤوس الخلائق يوم القيامة حتى
يخيره من الحور العين ماشاء
”Barangsiapa
yang dapat menahan marah, padahal dia mampu untuk melakukannya, maka Allah akan
menyerunya dihadapan orang-orang di hari kiamat, lalu dia disuruh memilih
bidadari yang dia sukai.”
Cara agar mudah memaafkan ala Prof. M. Quraish Shihab:
1)
Sadarlah
bahwa kesalahan yang dilakukan oleh orang lain dapat kita lakukan bahkan lebih
besar dari kesalahan itu. Dan jika kita ingin dimaafkan, sewajarnya kita pun
memaafkan orang lain.
2)
Ketahuilah
benih-benih kebaikan pada diri manusia jauh lebih banyak dari benih keburukan.
Jika kita mampu memaafkan, maka kita menumbuhsuburkan benih-benih tersebut.
Orang-orang
yang mampu melakukan hal itu akan diberi pahala, ampunan, dan cinta Allah. Karena
cinta Allah itu lebih hebat dari cinta apapun.
Siapa yang
mendapatkan cinta Allah maka mata yang digunakannya melihat adalah mata Allah,
telinga yang digunakannya mendengar adalah telinga Allah, tangan yang digunakannya
menggenggam adalah tangan Allah, kaki yang digunakannya melangkah adalah kaki
Allah. Artinya semua anggota tubuh manusia yang dicintai Allah tak akan mudah
melakukan hal-hal yang tidak dicintai-Nya.
Imam Ghazali
dalam Bidayah al Hidayah mengajak kita supaya meniru apa yang dikatakan
Hilal bin al 'Ala' al Raqqi:
وَخالِق
الناسَ وَاصبِر ما بُلَيتَ بِهِم # اَصَم اَبكَم اَعمى ذا تقياتٍ
"Bergaullah
dengan manusia dan sabarlah dalam menghadapi mereka. Hendaknya engkau tuli,
bisu, buta serta menjaga diri".
Tuli dalam
mendengarkan ucapan yang tidak kita sukai, bisu dalam membicarakan keburukan
orang, buta dalam melihat kekurangan orang lain, sehingga kita terjaga dari
perilaku yang tidak dibenarkan dalam agama.
Di dalam buku Prof. Quraish Shihab “Menyingkap Tabir Ilahi”
kita lihat sifat Allah yang ke-83 “al-‘Afuw” yaitu Allah yang Maha
Memaafkan kesalahan hamba-Nya. Pemaafan Allah terhadap hamba-Nya tidak saja
terbatas bagi yang melakukan kesalahan secara tidak sengaja atau tidak tahu,
akan tetapi juga berlaku untuk hamba yang durhaka. Bahkan Allah juga memaafkan
hamba-Nya sebelum hamba-Nya meminta maaf.
Dengan mengenal
sifat Allah seseorang akan berbudi luhur karena keindahan sifat-sifat-Nya akan
melahirkan optimisme dalam hidupnya sekaligus mendorongnya berupaya meneladani
sifat tersebut sesuai dengan kedudukan dan kemampuannya sebagai makhluk.
"Maafkanlah,
lalu berbahagialah dengan cintaNya".
Semoga
bermanfaat.